Tuesday, October 5, 2010

Harimau Cacat, Memangsa Manusia

TRIBUN PEKANBARU/MELVINAS PRIANANDA
Petugas memeriksa tubuh harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) seusai dilakukan proses otopsi di halaman kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau, Jumat (1/10/2010). Harimau dengan panjang sekitar 1,5 meter dan berusia sekitar lima tahun tersebut ditemukan mati pada pagi hari setelah ditangkap oleh warga di bawah pengawasan pihak kepolisian dan BBKSDA pada malam sebelumnya di kawasan penyangga Cagar Biosfer Bukit Batu, Bengkalis.
PEKANBARU, KOMPAS.com - Harimau liar yang berkonflik dengan manusia di kawasan Cagar Biosfer Bukit Batu, Provinsi Riau, ternyata sejak lama mengalami cacat di kaki belakangnya. Diduga hal itu menjadi penyebab satwa belang itu menerkam manusia.
    
"Harimau itu sepertinya sudah cukup lama cacat di kaki belakang kanannya akibat terkena jerat. Itu membuatnya sulit untuk berburu di hutan sehingga akhirnya menerkam manusia dan ternak warga," kata Pembina Yayasan Pelestarian Harimau Sumatera (YPHS), Bastoni, ketika dihubungi dari Pekanbaru, Sabtu (2/10/2010).
    
Bastoni mengatakan hal itu terkait konflik antara seekor harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan manusia di Desa Tanjung Leban yang berlokasi di kawasan penyangga Cagar Biosfer Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau.
    
Akhirnya, harimau yang diperkirakan berumur 4-5 tahun itu mati setelah ditangkap dan dimasukan dalam kerangkeng Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau pada Jumat (1/10) lalu.    
    
Menurut Bastoni yang berada di lokasi penangkapan, harimau itu pincang akibat terkena jerat kawat baja di kaki kanan belakangnya. Ia mengatakan kemungkinan besar jerat itu dipasang warga dan luka di kaki harimau diperkirakan telah ada sejak satu hingga dua bulan lalu.
    
Saat dilakukan proses otopsi, kaki harimau terlihat cacat. Empat kukunya telah hilang dan tinggal menyisakan tulang telapak saja. Sedangkan, panjang keseluruhan dari kepala hingga ekor harimau mencapai 225 centimeter.
    
Dengan cacat permanen itu, Bastoni menduga harimau menjadi kesulitan untuk berlari dan melompat mengejar hewan buruan di hutan. Akibatnya, satwa predator itu terpaksa berkeliaran di sekitar desa dan menerkam manusia hingga ternak sebagai memangsa.
    
"Cacat harimau di kaki belakang membuatnya tak bisa memburu mangsa di hutan karena fungsi kaki belakang adalah untuk berlari dan melompat. Sedangkan, kaki depannya berfungsi untuk menerkam," ujar Bastoni.
    
Secara terpisah, Humas WWF Riau Syamsidar mengatakan instansi terkait seperti BBKSDA harus segera mensosialisasikan penggunaan jerat hewan yang aman kepada warga agar tak lagi mencederai satwa liar yang dilindungi.
     
"Untuk daerah yang ada konflik (harimau) dengan manusia, BBKSDA harus segera mensosialisasikan penggunaan jerat yang aman, seperti larangan pemasangan jerat sling baja," ujarnya. (Kompas.com)

No comments:

Post a Comment